Akhir Nopember 2009 sanksi uji emisi mulai diberlakukan



Rencana Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) menegakkan sanksi bagi pelanggar uji emisi dengan denda antara Rp 500 ribu hingga Rp 50 juta, mendapat dukungan dari DPRD DKI Jakarta. Namun, untuk teknis pelaksanaannya akan dibahas lebih lanjut oleh Pemprop DKI bersama DPRD.
Ketua DPRD DKI Jakarta, Ferial Sofyan mengatakan, pada dasarnya kalangan dewan sepakat adanya pemberian sanksi bagi pelanggar uji emisi tersebut. Namun hal itu masih pembahasan lebih lanjut agar saat penerapannya di lapangan tepat sasaran.
“Perlu dibahas lebih lanjut soal berapa besar sanksi yang akan diberikan. Ya, lebih jauh lagi dengan adanya tes di lapangan,” ungkap Ferial di gedung DPRD Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (5/11).
Ferial mengatakan, penerapan uji emisi tersebut perlu dirancang secara teknis mengenai pola-pola yang akan dilakukan di lapangan. “Kita perlu tingkatkan uji emisi ini dengan pola-pola lebih baru lagi, kalau perlu adanya suatu sanksi mengikat,” ujarnya.
Menurut Ferial, pengawasan dan pengetatan uji emisi penting dilakukan menyusul kekhawatiran adanya penjualan bebas stiker uji emisi palsu.
“Kita juga khawatir itu jadi barang dagangan. Apalagi, saat ini kita dengar stiker uji emisi banyak diperjualbelikan bebas di masyarakat,” ungkapnya.
Ia menambahkan, ke depan perlu ada langkah-langkah bersama untuk mengevaluasi dan melakukan langkah yang lebih konkret dalam penerapan uji emisi tersebut.
“Karena terus terang saja kita punya Perdanya, tapi kalah cepat dengan wilayah lain,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penegakan Hukum Lingkungan BPLHD DKI Jakarta, Ridwan Panjaitan mengatakan, setelah uji teguran simpatik selesai dilakukan di lima wilayah DKI Jakarta, maka mekanisme penegakan hukum perlu diterapkan.
“Jika tidak ada halangan, sesuai rencana penegakan hukum tersebut akan diberlakukan mulai akhir Nopember,” kata Ridwan di Balaikota, Jakarta Pusat, Kamis (5/11).
Pelanggaran terhadap Perda No 2 tahun 2005 ini bukan termasuk tindak pidana ringan (tipiring). Pelanggar akan dikenakan denda maksimal Rp 50 juta atau kurungan maksimal enam bulan penjara. “Dalam hal ini tidak bisa menganut tipiring, prosesnya lebih panjang,” ucapnya.
Saat ini telah tersedia sebanyak 238 bengkel pelaksana uji emisi (BPUE) tersertifikasi dan 568 teknisi bersertifikat yang tersebar di lima wilayah DKI Jakarta. Bagi kendaraan yang belum mempunyai stiker uji emisi diharapkan mendatangi bengkel-bengkel yang telah tersertifikasi tersebut.
“Pada akhir Nopember nanti, jika kedapatan kendaraan yang tidak mempunyai stiker uji emisi akan distop dan diuji. Dan jika tidak lulus akan langsung dilakukan pemberkasan dan diserahkan ke pengadilan negri,” jelasnya.
Ridwan mengimbau kepada masyarakat agar bersama-sama menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dengan merawat kendaraan masing-masing. Selain menciptakan udara yang bersih dengan merawat kendaraan juga dapat berimbas dengan penghematan keuangan dan umur kendaraan lebih panjang.
“Salah satu keuntungan dengan melakukan uji emisi yaitu kendaraan kita akan awet. Sekitar sepuluh persen menghemat pembiayaan karena sistem perbaikan yang bagus,” ujarnya.(*)

Langgar Aturan SIM Denda Rp 1 Juta

DENDA dan sanksi pidana kurungan terus mengancam pengendara sepeda motor (bikers) maupun mobil. Kini, setelah UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) diteken Presiden pada 23 Juni 2009, ancaman bagi pelanggar peraturan lalu lintas kian detail. Salah satunya, sanksi bagi pelanggar ketentuan mengenai surat izin mengemudi (SIM). Tidak tanggung-tanggung, denda Rp 1 juta atau dikurung empat bulan. Simak saja di pasal 281 dalam UU 22/2009. Sanksi di atas ditimpakan kepada para pengendara yang tidak memiliki SIM.

Lalu bagaimana dengan yang lupa membawa SIM? Sanksinya lain lagi. Yuk kita tengok pasal 288 ayat (2) yang berbunyi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana
kurungan paling lama satu bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250 ribu.

Masih terkait SIM, ancaman bagi pengendara masih ada lagi, simak saja pasal 314 bahwa selain pidana penjara, kurungan, atau denda, pelaku tindak pidana lalu lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan surat izin mengemudi atau ganti kerugian yang
diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas. Nah loh!!!


Batas Usia

Artinya, jika Anda memiliki anak, keponakan, sepupu, atau teman yang belum miliki SIM karena usianya masih belia, sarankan untuk tidak mengemudi mobil atau mengendarai sepeda motor. Sarankan saja menjadi penumpang. He he he....

Maklum, UU 22 tahun 2009, menegaskan bahwa syarat mendapatkan SIM usia terendah adalah 17 tahun yakni untuk SIM A (mobil), C (motor), dan D (kendaraan khusus bagi penyandang cacat). SIM A adalah untuk mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kilogram.

Banyak kalangan menilai, pemberian SIM yang tidak ketat bisa memicu perilaku berkendara yang ugal-ugalan. Karena itu, selain persyaratan teknis dan administratif, calon penerima SIM harus lolos tes kesehatan dan lulus tes psikologis. Nah, bagaimana bentuk tes psikologis tersebut, kita tunggu saja aturan detail yang akan termuat dalam peraturan pemerintah (PP) nya yang saat ini masih digodok.

Memang Undang Undang membolehkan setiap calon penerima SIM untuk memiliki kompetensi mengemudi melalui melalui pendidikan dan pelatihan atau
belajar sendiri.

Masih nekat membiarkan anak usia di bawah 17 tahun atau mereka yang belum punya SIM untuk bersepeda motor? Kalau rela merogoh kocek Rp 1 juta atau dikurung empat bulan ya silakan saja. (edo rusyanto)
http://edoibc.blogspot.com/2009/10/langgar-aturan-sim-denda-rp-1-juta.html